Stop Membandingkan
Sepertinya memang sudah menjadi suatu hal biasa bagi kita untuk membandingkan maupun dibandingkan. Apalagi sedari kecil banyak orang tua yang menggunakan metode tersebut dalam proses menasehati anak. Namun, sebelum terlambat sebaiknya stop membandingkan.
Kenapa? Cari tahu selengkapnya berikut!
Pengertian Membandingkan dan Dibandingkan
Sebelum membahas mengenai kenapa kita harus mulai stop membandingkan, akan lebih jelas jika mengetahui pengertiannya terlebih dahulu. Istilah tersebut berasal dari kata ‘banding’ yang mendapatkan imbuhan me-kan dan juga di-kan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian membandingkan yaitu dua benda (hal dan sebagainya) untuk mengetahui persamaan atau selisihnya.
Sedangkan imbuhan di-kan membentuknya menjadi kalimat pasif yang bermakna dipadukan atau disamakan untuk diketahui persamaan atau selisihnya.
Kelebihan dan Kelemahan Membandingkan
Seberapa sering kita melakukan perbandingan dalam berbagai aspek kehidupan?
Sebagian berpendapat bahwa hal tersebut dapat memotivasi seseorang supaya bisa menjadi lebih baik. Padahal kenaikan masing-masing individu itu tidak sama sehingga perlu menggaris bawahi kira-kira lebih baik disini menurut standar siapa?.
Bagaimanapun kita tidak pernah tahu efek dari membandingkan maupun dibandingkan. Mungkin tampak sepele tapi sangat berpengaruh bagi kehidupan, jadi ayo stop membandingkan. Apalagi ternyata proses membanding-bandingkan bukan hanya memiliki kelebihan namun juga kekurangan.
Kelebihannya membuat kita sadar bahwa masih ada langit diatas langit dan terpacu untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Kelemahannya yaitu akan muncul rasa tidak percaya diri, iri, merasa tidak berharga dll. Misalnya setelah membaca cerita wanita sukses bukannya terinspirasi tapi justru insecure.
Meskipun memiliki kelebihan dan kelemahan, mayoritas orang yang mengalami perbandingan seperti ini justru lebih banyak merasakan sisi negatif daripada positifnya
Melekatnya Budaya Membandingkan
Sayangnya sekesal apapun saat dibandingkan, budaya ini sudah melekat dengan interaksi manusia. Siapa yang biasanya menjadikan proses membanding-bandingkan ini menjadi bagian dari dalam suatu pembicaraan? Sepertinya semua kalangan mulai dari:
Orang tua yang membanding-bandingkan anaknya sendiri dengan anak temannya
Atasan yang membanding-bandingkan bawahannya satu sama lain
Bahkan tanpa sadar kita juga suka membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. mungkin dari sisi fisik, keuangan, kadang juga kecerdasan.
Stop Membandingkan
Tulisan ini terinspirasi dari pola asuh adikku ke anaknya, dimana dia selalu marah ketika buah hatinya dipuji-puji atau dijelekkan dengan teman lainnya. Aku juga setuju mendengar alasannya yaitu bahwa hal tersebut memang tidak baik untuk tumbuh kembang anak itu sendiri.
Orang tua sudah seharusnya menjaga lingkungan sang anak tetap positif. Stop membandingkan karena hanya membuang tenaga dan mengurangi rasa syukur atas pencapaian. Berikut beberapa alasan kenapa kita harus berhenti melakukannya:
Membuang waktu sia-sia: sebaiknya gunakan waktu untuk mencari kelebihan dan kekurangan sebagai bahan instropeksi sehingga bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Merasa hidup tidak adil: padahal takaran setiap orang tidak sama ada yang jenius dan biasa, ada si kaya dan sederhana. Terus membandingkannya hanya membuat kita merasa kurang
Menghambat kesuksesan: proses membanding-bandingkan akan menumbuhkan rasa iri. Akibatnya, kita justru sibuk mengurus hidup orang lain dan lupa dengan kehidupan sendiri.
Penutup
Cobalah membuka mata pada perbandingan yang lebih bermanfaat. Misalnya seperti membandingkan trading deposit kecil.
Jika pintar melihat peluang maka kita bisa mendapat banyak keuntungan dan berkesempatan membagikan proses perjalanan sukses tersebut dalam kisah inspiratif wanita.
Tidak ada satu orang pun yang suka dibandingkan. Oleh karena itu seharusnya kita juga jangan membandingkan satu dengan lain hal karena percaya atau tidak hukum tabur tuai itu ada. Jadi, perlakukanlah sesama sebagaimana kamu mau diperlakukan.
Baca Juga :
Stop Dulu Jangan Paksakan Diri
0 Comments